Harga jagung kering terus naik sejak dua minggu terakhir hingga di kisaran Rp 2.550,00/kg, sebelumnya di awal bulan ini harga hanya mencapai Rp 2.200,00/kg. Kondisi tersebut diduga akibat naiknya permintaan pasar luar Jawa serta pasar Jawa Barat.
Sayangnya walaupun hasil panen jagung cukup tinggi hingga 110 ribu ton, di wilayah Majalengka ini belum ada pabrik pengolah jagung, sehingga masih mengandalkan pasar luar kota termasuk ke Gorontalo yang menjadi sentra jagung.
Menurut Widia (23), di Kelurahan Sindangkasih, Kecamatan dan Kabupaten Majalengka, harga jagung kering tersebut terus mengalami kenaikan sejak awal bulan ini. Bahkan mulai Minggu (17/10) harga telah mencapai Rp 2.550,00 untuk kadar air dibawah 17%. Awal bulan harga jagung masih sekitar Rp 2.200,00 hingga Rp 2.300,00/kg dari tingkat petani untuk kadar air yang sama.
“Sekarang untuk kadar air 19.1% hingga 20% harga sudah mencapai Rp 2.475,00/kg,” ungkap Widia seraya menyebutkan kenaikan harga tersebut sering kali fluktuatif tergantung kondisi harga dari Jakarta.
Sayangnya kadar air dalam jagung yang dijual masyarakat selama ini masih di atas 19% diduga akibat curah hujan yang tinggi serta akibat banyaknya permintaan pasar. Tak heran kalau jagung yang masih basah pun sudah dijual oleh petani.
“Akibatnya kita yang membeli dari Bandar saja harus menjemur ulang untuk mengurangi kadar air tersebut. Karena jika dibiarkan kadar airnya tinggi maka jagung akan berjamur kalau disimpan terlalu lama disamping harga jual ke pabrik pun akan lebih rendah,” kata Widia.
Disampaikan Widia pemasaran jagung kering saat ini sangat mudah karena banyaknya permintaan baik dari pabrik pakan ataupun pasar di Kalimantan dan Purwokerto. Bahkan terkadang pihaknya tidak bisa memenuhi seluruh kebutuhan pasar akibat hasil panen yang terbatas.
Untuk musim tahun ini saja pihaknya telah mendapatkan kontrak bersama pabrik pakan ternak di Purwakarta sebanyak 5.000 ton, jumlah tersebut belum terpenuhi sehubungan tingginya persaingan harga serta banyaknya bandar yang langsung berkeliling menemui petani untuk membeli jagung.
“Untuk ke pabrik pakan mungkin bisa terpenuhi seluruhnya sebanyak 5.000 ton, namun untuk memenuhi pasar lainnya nampaknya agak pesimis dengan tingginya persaingan usaha ini.” kata Widia ditemui di lokasi penjemuran jagung.
Hal senada juga disampaikan Maman (40) yang biasa mengirim jagung ke Purwokerto dan Surabaya. Beruntung menurutnya kondisi panen jagung di Majalengka tahun ini masih cukup baik disbanding tahun sebelumnya yang sebagian terserang tikus. Untuk musim panen tahun ini dari setiap hektarnya bisa dihasilkan 7 hingga 8 ton/jagung kering.
“Akibat serangan tikus tersebut hasil panen mengalami penurunan, sehingga harga tahun kemarin sempat mencapai Rp 3.000,-/kg,” ungkap Maman.
Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Majalengka H.Idi Tjahidi membenarkan kurangnya produksi jagung di wilayah Majalengka sehingga belum bisa memenuhi seluruh kebutuhan pasar. Hal ini akibat petani di wilayah Majalengka Masih enggan menanam jagung dengan alasan tidak terbiasa. Padahal potensi lahan masih sekitar 15 ribu hektaran lagi.
“Produksi jagung dari kita sekarang ini baru sekitar 110 ribu ton. Sebenarnya potensi lahan masih sangat banyak mencapai 25 ribu hektaran. Penanaman jagung ini bisa dilakukan setelah tanaman padi MT II, namun masyarakat masih enggan menanam jagung alasannya tidak terbiasa, walapun potensi pasar dan lahan sangat tinggi.” Kata H. Idi seraya menyebutkan potensi pasar ini tidak janya memenuhi pabrik pakan yang ada di wilayah Pulau Jawa namun juga ke luar jawa termasuk ke Gorontalo yang selama ini disebut-sebut sebagai penghasil jagung tertinggi di Indonesia.
“Jagung asal Majalengka ini baik dari sisi kualitas ataupun kuantitas jauh lebih baik dibanding daerah lain,” ungkap H.Idi yang tengah membuat demplot dilahan seluas 150 hektar di wilayah Ligung, Kertajati dan Jatitujuh sekaligus untuk merangsang petani agar bersedia menanam jagung.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar