Trahing Kusumah, Rembesing Madu, Wijining Tapa, Tedhaking Andanawarih
Saya masih selalu teringat dengan istilah kata tersebut di atas ketika masih di bangku kuliah mata pelajaran Sejarah Tradisional / Sejarah Lokal di bawah bimbingan Ibu Dra. Hj. Nina Herlina Lubis, M.S ekitar tahun 1991 (sekarang beliau sudah bergelar Prof. Dr.). Pada saat pembelajaran di ruang kuliah beliau memberikan pertanyaan tentang sifat & ciri seorang pemimpin yang dapat diangkat menjadi seorang raja dalam suatu pemerintahan tradisional (kerajaan). Menanggapi pertanyaan itu reaksi dari teman-teman waktu itu berbagai macam. Kemampuan pengetahuan yang mereka miliki barangkali dicoba untuk ditumpahruahkan demi menjawab pertanyaan yang dilontarkan tadi. Di lain pihak bahkan ada yang malah justru merasa ketakutan ketika disuruh menanggapi pertanyaan tersebut. Pokoknya berbagai reaksi muncul, mulai dari yang sok berteori, berspekulasi, berlagak nyaho betul, berdalih ini-itu, yang ngawur, ngayayay, sampai yang ketakutan segala juga ada.
Tibalah giliran saya mendapat kesempatan memberikan komentar atas pertanyaan itu. Sebenarnya ketika beliau (Ibu Dra. Hj. Nina H.) memberikan pertanyaan, sebelum itu beliau pernah menugaskan kepada seluruh mahasiswanya untuk membaca buku berjudul “anu” karangan “anu” (saya lupa lagi). Nah…, dari sanalah saya berpijak dalam memberikan jawaban atas pertanyaan beliau waktu itu. Masih teringat jelas sekali bahwa salah satu sifat yang mesti dimiliki oleh seorang raja dari pemerintahan tradisional zaman dulu itu diantaranya adalah harus berdasarkan kepada hubungan garis pertalian darah yang disebut di atas yakni: Trahing Kesumah, Rembesing Madu, Wijining Tapa, dan Tedhaking Andanawarih; yang artinya bahwa seorang raja yang diangkat mesti dari keturunan ningrat (kesumah=bunga) atau bangsawan, tapa=pertapa=alim ulama, berwawasan agama, dan berasal dari keturunan pilihan utama. Nah itu dulu memang ketentuannya begitu. Kalau sekarang … ?
Tibalah giliran saya mendapat kesempatan memberikan komentar atas pertanyaan itu. Sebenarnya ketika beliau (Ibu Dra. Hj. Nina H.) memberikan pertanyaan, sebelum itu beliau pernah menugaskan kepada seluruh mahasiswanya untuk membaca buku berjudul “anu” karangan “anu” (saya lupa lagi). Nah…, dari sanalah saya berpijak dalam memberikan jawaban atas pertanyaan beliau waktu itu. Masih teringat jelas sekali bahwa salah satu sifat yang mesti dimiliki oleh seorang raja dari pemerintahan tradisional zaman dulu itu diantaranya adalah harus berdasarkan kepada hubungan garis pertalian darah yang disebut di atas yakni: Trahing Kesumah, Rembesing Madu, Wijining Tapa, dan Tedhaking Andanawarih; yang artinya bahwa seorang raja yang diangkat mesti dari keturunan ningrat (kesumah=bunga) atau bangsawan, tapa=pertapa=alim ulama, berwawasan agama, dan berasal dari keturunan pilihan utama. Nah itu dulu memang ketentuannya begitu. Kalau sekarang … ?
Sumber: penulis Yaya Sunarya, S.S, M.Si
Tidak ada komentar:
Posting Komentar