Bagi seorang atlet atau
olahragawan, bisa dipuja-puja banyak orang dan dielu-elukan ketika
meraih kemenangan tentu saja membawa kebanggaan tersendiri. Belum lagi
jika mampu terjun ke kancah olahraga internasional dan mengharumkan nama
Bangsa. Namun setelah masa kejayaan mereka berlalu yang terjadi adalah
bukannya sebuah penghormatan dan penghargaan, melainkan banyak atlet
yang telah mengharumkan nama Indonesia kemudian justru hidup
memprihatinkan di masa pensiunnya.
1. Elias Pical
Jika ditanya siapakah petinju kelas
dunia kebanggaan Indonesia, anda pasti akan teringat Chris John. Ia
memang kerap mengharumkan nama bangsa dan kini dikenal sebagai atlet
sekaligus selebritas karena kerap membintangi iklan minuman berenergi.
Tetapi tahukah anda bahwa sebelum kehadiran Chris John, Indonesia juga
mempunyai seorang legenda tinju bernama Elias Pical? Berlatih tinju
semenjak umur 13 tahun, Elias Pical kemudian tumbuh menjadi seorang
juara dunia yang dipuja-puja masyarakat. Pukulan hook dan uppercut
kirinya yang terkenal cepat dan keras itu membuatnya dijuluki sebagai “The Exocet”,
merujuk pada nama sebuah rudal buatan Perancis yang terkenal pada masa
jaya Pical saat itu. Atas kemenangannya pada Kejuaraan OPBF 19 Mei 1984,
Pical berhasil menjadi petinju professional pertama Indonesia yang
berhasil meraih gelar Internasional di luar negeri. Setelah itu Pical
berhasil menyabet gelar demi gelar bergengsi baik di dalam maupun di
luar negeri. Namun nasib baik tidak selalu berpihak kepadanya. Ayah dua
anak yang gantung sarung tinju pada tahun 1989 ini mulai dilupakan
masyarakat, bahkan pada tahun 2005 ia sempat merasakan dinginnya lantai
penjara selama tujuh bulan karena tertangkap melakukan transaksi narkoba
ketika menjadi satpam sebuah tempat hiburan.
2. Tati Sumirah
Pada tahun 1975 nama Indonesia
diharumkan dalam ajang bulu tangkis paling bergengsi dunia. Srikandi
yang mengharumkan nama bangsa tersebut adalah Tati Sumirah, yang
mengantarkan tim bulu tangkis single putri merebut Piala Uber
dan sekaligus merebut perhatian masyarakat atas sosoknya yang
mengagumkan. Pada masa keemasannya dulu ia juga dikenal sebagai atlet
yang selalu meraih emas di arena Pekan Olahraga Nasional (PON). Namun
setelah gantung raket pada tahun1981, kehidupannya berubah drastis.
Selama berpuluh-puluh tahun Tati Sumirah bekerja di sebuah apotek di
daerah Tebet, Jakarta Selatan sebagai Kasir. Jika bukan karena kebaikan
hati Rudi Hartono (pengusaha yang juga juara All England delapan kali)
yang menawarinya bekerja di perusahaan Oli miliknya, mungkin sampai
sekarang profesi itu masih dilakoninya. Kini semua medali kebanggaannya
Ia taruh dalam sebuah kotak berdebu. Tati mengaku ia kerap merasa sedih
jika mengingat masa kejayaannya dulu. Walaupun begitu, Ia tidak pernah
menyesal menjadi atlet. Ia hanya berharap pemerintah bisa lebih
menghargai jasa atlet nasional dan memberikan tunjangan hidup yang layak
3. Budi Setiawan
Budi Setiawan adalah seorang mantan
atlet taekwondo yang berbakat. Ia pernh menjuarai berbagai kejuaraan
tekwondo baik di dalam maupun di luar negeri. Namanya bahkan tercatat di
Museum Rekor Dunia Taekwondo Indonesia (MURTI) sebagai Peraih Medali
Perak Pertama di Kelas Fly di Men World Taekwondo Championships
Barcelona, Spanyol Tahun 1987. Nasib Budi Setiawan selepas pensiun
tidaklah terlalu baik. Walaupun telah berhasil meraih medali perunggu di
Asian Games ke-10 di Seoul Korea Selatan pada 1986, kehidupannya tidak
lantas selalu mulus tanpa hambatan. Budi bahkan pernah terpaksa
menggadaikan semua medali yang pernah diperolehnya seharga Rp. 150 ribu
untuk biaya pengobatan anaknya. Kini mantan juara Asian Taekwondo
Championship dan SEA Games ini harus bekerja sebagai pelatih honorer
taekwondo anak-anak SD dan SMP demi menghidupi keluarganya.
4. Gurnam Singh
Gurnam Singh adalah mantan atlet
Indonesia yang pernah meraih tiga medali emas pada cabang olahraga lari
di perhelatan Asian Sea Games pada tahun 1962. Atas prestasinya tersebut
pelari tercepat se-Asia ini diundang sebagai tamu kehormatan Presiden
Soekarno dan diganjar hadiah berupa 20 ekor sapi, dua buah mobil, serta
sebuah rumah di Gang Sawo, Medan. Tetapi kesuksesannya tersebut tidak
bertahan lama. Pada tahun 1972 rumahnya digusur oleh pemerintah daerah
karena tidak memiliki Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Hal tersebut
menambah kepedihan dalam hidupnya setelah sebelumnya istrinya membawa
pergi keenam anaknya pada tahun 1969. Setelah itu hidupnya semakin tidak
menentu. Ia tinggal berpindah-pindah dari satu kerabat ke kerabat
lainnya, bahkan pada tahun 2003 Ia sempat menumpang tinggal di sebuah
Kuil di Polonia, Medan. Medali-medali yang pernah didapatnya dari
berbagai kejuaraan internasional di Rumania, Filipina, dan Malaysia
telah dijualnya untuk menyambung hidup. Dengan menggunakan satu-satunya
sepeda tua yang Ia miliki sebagai kendaraan, pria berusia 80 tahun ini
kini hidup dengan mengandalkan belas kasihan dan bantuan dari kerabat
maupun orang-orang yang mengenalnya.
5. Surya Lesmana
Jauh sebelum nama Irfan Bachdim atau El Loco
dielu-elukan di lapangan hijau, Indonesia mempunyai seorang bintang
yang sangat disegani di dunia sepak bola Asia bernama Surya Lesmana.
Surya Lesman adalah seorang keturunan Tionghoa yang lahir dengan nama
Liem Soei Liang. Pada era 1960-an, Ia mengharumkan nama Indonesia di
berbagai kejuaraan di Asia Tenggara dan Asia. Permainannya yang
cemerlang bersama timnas selama 10 tahun (1963-1972) memikat pemilik
klub Mac Kinan Hongkong. Surya dikontrak selama satu musim, yang tentu
saja merupakan suatu kebanggaan bagi PSSI, mengingat sangat jarang
pemain Indonesia yang bermain untuk klub luar negeri. Sungguh sangat
disayangkan Surya tidak mempersiapkan hari tuanya dengan baik. Akibat
terlalu banyak berfoya-foya semasa muda, kini mantan gelandang terbaik
negeri ini menjalani masa tua yang pahit dan tidak tentu. Untuk bertahan
hidup Ia melatih anak-anak kecil di lingkungannya bermain sepak bola
dengan upah seadanya. Ia bahkan pernah menumpang di rumah temannya di
kawasan Glodok, Jakarta Barat dan hanya tidur beralaskan kardus. Surya
memang pernah menjadi pujaan sekaligus idola banyak orang, tetapi sinar
sang bintang itu kini telah redup tergerus kerasnya kehidupan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar