Tinggal di kompleks perumahan RSSSS itu ada
enaknya ada enggaknya. Salah satu yang termasuyk “enak” adalah banyak
penjual ini-itu yang menjajakan dagangan. Mereka menawarkan produk
barang maupun jasa. Yang termasuk barang seperti sayuran mentah, bakso,
mi, berbagai jajanan, pakaian, perlengkapan rumah tangga. Yang termasuk
jasa seperti servis kompor, tukang sol sepatu, tukang payung dll.Enak
to? Semua itu datang sendiri ke tempat tinggal kita, jadi tak perlu ke
luar rumah bila membutuhkan
Khususnya pedagang mi, ada sekitar 5 orang
yang setiap malam berkeliling silih berganti mengitari perumahan tempat
tinggal kami, di pinggiran Kota Solo. Salah satu di antaranya yang
merupakan langganan kami sekeluarga adalah Mas Gunawan.
Gunawan adalah anak muda 26 tahun. Dia masih bujangan. Dia menjual mi
goreng, mi kuah, bihun goreng, bihun kuah, nasi goreng dan nasi mawut
(nasi campur mi).
Masakan mas Gunawan ini paling enak di
antara penjual mi lainnya yang berjualan secara keliling dan lewat di
depan rumah kami. Dia ini idola para asisten rumah tangga di tempat
kami. Memang wajahnya relatif bersih dan cakep. Entah bagaimana mulanya,
tahu-tahu dia udah populer dengan sebutan “Mas Ganteng”.
#Glodaaaaaaaaakkkk
Karena memasak mi atau nasi goreng itu
memakan waktu beberapa menit, kadang saya mengajaknya mengobrol. Dari
situ saya tahu, dia aslinya Wonogiri. Saya juga jadi tahu, diaini
bersaudara dengan tukang mi keliling langganan kami, Mas Ciprut,
yang sekarang udah pensiun dini kelilingan, dan pilih mangkal di suatu
tempat menunggu pelanggan yang datang. Rupanya bakat memasak mi itu
diturunkan secara genetis. Heheheehhhh
Gunawan dan kakaknya, Ciprut, sama-sama
hanya lulus SMP. Setelah lulus dari bangku sekolah menengah pertama itu,
dia merantau ke Jakarta. Di Jakarta, dia menjadi buruh kasar di
sejumlah tempat, sebelum kemudian ikut membantu di sebuah warung mi.
Lima tahun di Jakarta, dia pulang ke kempung halaman dengan mengantongi
keahlian: memasak mi dan nasi goreng.
Sang kakaklah yang lebih dulu “sukses”
sebagai tukang mi keliling. Dari berjualan mi, Gunawan melihat sang
kakak mampu menghidupi keluarganya, bahkan membangun rumah dan membeli
kendaraan. Lantas dia pun menempuh jalan yang sama. Gunawan ikut
menjajakan mi dengan gerobak. Kini kakaknya lebih banyak mangkal, karena
sudah punya pelanggan banyak yang rela datang ke tempat mangkalnya.
Ketika kakaknya pensiun dini dari jadwal keliling di beberapa perumahan,
Gunawan mengambil alih kekosongan itu.Dia pun hijrah dari Wonogiri dan
memilih kos di Solo bagian pinggir.
Kini kedatangan Gunawan juga sudah mulai
ditunggu-tunggu warga perumahan kami karena masakannya memang tergolong
enak. Gunawan berkisah, di pagi hari dia biasanya berbelanja kebutuhan
bahan baku untuk jualan, seperti beras, mi, bihun dan sayuran. Sore
hari, dia menyiapkan dagangan, meracik dan memasak nasi.
Baru selepas Magrib, dia mandi, merapikan
diri dan mulai kelilingan. Sebelum tengah malam, biasanya dagangan sudah
habis, dan dia kembali ke kos-kosan.Gunawan memang selalu tampil rapi.
Biasanya dia mengenakan jins dan kemeja lengan panjang yang digulung
4/6. Rambutnya disisir rapi, kadang dimodel mohawk dan basah karena
pake styling foam.
Berapa penghasilan bersih Gunawan dalam
semalam? Dia menjawab, “Sekitar Rp 100 ribu. Dan paling apes Rp 50
ribu.” Bila dihitung, Gunawan mengantongi Rp 3 juta dalam sebulan. Wow,
itu penghasilan yang lumayan untuk seorang bujangan yang tinggal di kota
kecil seperti Solo.
Gunawan mengatakan, pendapatannya itu untuk
menghidupi dirinya sehari-hari, dan sebagian ditabung serta buat nonton
bola malau ada pertandingan seru di Stadion Manahan Solo. Gunawan dan
kakaknya Ciprut memang suporter sejati yang tergabung di organisasi
Pasoepati.
Ketika pemuda-pemuda sebayanya yang lulusan
S1 sibuk mencari kerja di perusahaan milik orang, Gunawan yang lulusan
SMP mantap merintis usaha yang didirikannya sendiri. Modalnya adalah:
Gigih dan tidak malas. :)
sumber:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar